Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air yang mengalir, kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering dan kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal (QS Az-Zumar:21).
Mengapa Allah menurunkan manusia di planet bumi? Mengapa tidak di planet lain? Planet ini merupakan tempat yang telah diciptakan dengan perhitungan dan desain yang sangat sempurnanya oleh Sang Pencipta. Hanya manusia yang dipercayakan menjadi pemimpin di muka bumi ini dan mengelola segala sumber daya alam yang ada dengan baik. Beberapa ayat Al-Quran menyatakan agar kita menjaga lingkungan dan beberapa firman-Nya menyatakan “…….bagi orang-orang yang mempunyai akal”. Tentunya kita harus berfikir dengan akal sehat untuk mengelola lingkungan demi masa depan bumi sebagai tempat kehidupan umat manusia.
Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai dua musim, kemarau dan penghujan. Kedua musim ini terjadi sepanjang tahun. Sebagai karunia kiranya ini perlu disyukuri, namun kondisi iklim ini terkadang membawa bencana. Hutan di negeri kita sangat luas, akan tetapi kerusakannya juga semakin luas. Hutan yang menjadi salah satu daerah tangkapan air dan penghasil oksigen semakin berkurang akibat pembalakan liar. Sehingga hutan tidak mampu lagi menahan air hujan yang akhirnya menimbulkan bencana banjir dimana-mana sedangkan dimusim kemarau terjadi kekeringan, seakan-akan air lenyap dari permukaan bumi.
Kebijakan Pembangunan berwawasan lingkungan yang sering kita dengar sebenarnya belum bisa menjawab atas kerusakan dan terganggunya lingkungan. Laju pembangunan lebih cepat dibandingkan laju pelestarian lingkungan. Kita ambil contoh bahwa dalam melaksanakan suatu kegiatan seperti pembangunan jalan, bisa dilaksanakan dalam hitungan satu tahun misalnya, tetapi dalam pelaksanaaan pembangunannya harus mengorbankan beberapa aspek lingkungan, walaupun beberapa kegiatan ada yang wajib AMDAL. Demikian pula halnya pada pembukaan lahan yang tentunya terjadi perubahan bentang alam, beberapa pohon juga harus ditebang. Menebang sebatang pohon hanya memerlukan hitungan menit atau jam, tetapi menanam dan menumbuhkan pohon menjadi besar memerlukan waktu berpuluh-puluh tahun lamanya. Ini merupakan salah satu faktor ketidakseimbangan laju pembangunan dengan laju pelestarian lingkungan, sehingga pada akhirnya lingkungan akan terus mengalami kerusakan, kalah berpacu dengan tuntutan pembangunan.
Air Sebagai Sumber Kehidupan
Air merupakan bagian dari makhluk hidup ada yang menyerap 50 persen dalam badannya, ada yang 80 persen, tanpa air makhluk hidup akan mati. Selain membutuhkan air, makhluk hidup membutuhkan oksigen dan juga makanan. Yang bisa menghidupi itu adalah mereka yang bisa memanfaatkan sinar matahari untuk berfotosintesis yakni tumbuhan dan tanaman, mereka membutuhkan makanan dan energi yang diserap melalui akar yang ada ditanah. Proses ini terjadi dengan sempurna apabila kandungan air dalam tanah cukup dan tidak berlebihan.
Bagi penggemar fiksi mungkin pernah membaca satu cerita dimana pada suatu masa bumi tidak lagi pada kondisi seperti saat ini, kondisi bumi digambarkan sudah sangat berubah, tidak lagi ditumbuhi pepohonan, tidak ada sumber air, sehingga manusia hanya memakan kapsul sebagai pengganti makanan dan air untuk bertahan hidup. Diceritakan juga bahwa keadaan makhluk hidup sudah sangat berubah dan telah terjadi perubahan genetika manusia walaupun dengan bentuk tubuh yang sama. Pada suatu saat manusia-manusia tersebut saling membunuh untuk mempertahankan hidup karena semakin terbatasnya kapsul sebagai makanan mereka. Dimana pada masa sebelumnya mereka juga memperebutkan air dan sumber alam lainnya untuk kelangsungan hidup mereka pada saat air menjadi langka. Cerita tersebut semata-mata hanya imajinasi pengarangnya, akan tetapi ada imajinasi yang membuat suatu keadaan benar-benar terjadi. Pada masa lalu orang hanya berimajinasi untuk terbang ke bulan dan itu akhirnya menjadi kenyataan. Akankah cerita tersebut menjadi kenyataan? Pesan yang bisa diambil dari cerita fiksi tersebut adalah bahwa menjaga kelestarian lingkungan sangatlah penting untuk kelangsungan hidup manusia dan peradaban di muka bumi ini.
Beberapa waktu yang lalu di beberapa tempat di Banda Aceh dijumpai beberapa sumur penduduk mulai kering, muka air tanah semakin menurun, sehingga masyarakat kesulitan untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya, terpaksa jalan keluar yang diambil biasanya membeli air yang biasa dijajakan dalam jeriken oleh tukang air keliling. Dalam kondisi ekonomi masyarakat kita yang semakin sulit, berhari-hari membeli air tentunya mengurangi kebutuhan rumah tangga lainnya. Harus pandai-pandai mengelola keuangan rumah tangga untuk membeli air. Sebegitu mahalkah air yang dulunya begitu mudah didapat? Kemana perginya air itu sekarang?
Apa yang bisa kita lakukan sebelum air di gelas terakhir kita minum? Kita tidak perlu ikut membuat kebijakan-kebijakan yang hanya memusingkan kepala, terkadang kebijakan hanya tertulis dalam suatu dokumen. Kita sebagai masyarakat dapat melakukan hal-hal yang sederhana, misalnya dengan menghijaukan halaman rumah dengan menanam pohon, atau setiap rumah membuat sumur resapan sebelum dialirkan ke drainase. Selama ini air buangan rumah tangga (air cucian, mandi dan sejenis) dialirkan langsung ke drainase sehingga sampai ke muara dan terbuang percuma. Bila saja air buangan tersebut terlebih dahulu diresapkan dalam sumur resapan tentunya air tidak terbuang begitu saja. Sumur resapan cukup membantu menjaga air tanah sehingga pada musim kemarau sumur tidak lagi kering dan susah mencari air. Bayangkan bila setiap rumah mempunyai sumur resapan tentunya pada musim kemarau cadangan air tanah mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Berawal dari hal-hal kecil kita sudah dapat menjaga lingkungan.
Sumur Resapan
Salah satu cara penyelamatan air secara sederhana adalah dengan membuat sumur-sumur resapan (peresap) air hujan. Selain itu juga upaya holistik lainnya, yaitu dengan pendekatan vegetatif melalui reboisasi, perluasan hutan kota, taman kota, pembuatan waduk kecil atau embung, hingga pengelolaan sistem DAS (daerah aliran sungai) terpadu. Sumur resapan adalah sumur gali yang berfungsi untuk menampung, meresapkan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di permukaan tanah, bangunan, juga atap rumah. Dengan adanya sumur resapan, air hujan bisa lebih efektif terserap ke dalam tanah.
Di Singapura, air tetesan pendingin udara (AC) pun tidak dibiarkan sia-sia, melainkan ditampung lalu dimanfaatkan. Sedangkan bangunan-bangunan bertingkat di Jepang sudah sejak lama membangun sumur-sumur resapan untuk melindungi konstruksi tiang pancang besi bajanya dari pengaruh air asin akibat intrusi air laut.
Sebenarnya, dengan membuat sumur resapan, Kita seperti menabung air tanah. Selain itu, manfaat sumur resapan ialah dapat menambah atau meninggikan permukaan air tanah dangkal (water table), menambah potensi air tanah, mengurangi genangan banjir, mengurangi amblasan tanah, serta mengurangi beban pencemaran air tanah. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan, persyaratan umum yang harus dipenuhi adalah sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah berlereng, curam atau labil. Selain itu, sumur resapan juga dijauhkan dari tempat penimbunan sampah, jauh dari septic tank (minimum lima meter diukur dari tepi) dan berjarak minimum satu meter dari fondasi bangunan. Bentuk sumur itu sendiri boleh bundar atau persegi empat, sesuai selera. Penggalian sumur resapan bisa sampai tanah berpasir atau maksimal dua meter di bawah permukaan air tanah. Dengan teralirkan ke dalam sumur resapan, air hujan yang jatuh di areal rumah kita tidak terbuang percuma ke selokan lalu mengalir ke sungai. Air hujan yang jatuh di atap rumah sekalipun dapat dialirkan ke sumur resapan melalui talang. Persyaratan teknis sumur resapan lainnya ialah kedalaman air tanah minimum 1,50 meter pada musim hujan.
Spesifikasi sumur resapan tersebut meliputi penutup sumur, dinding sumur bagian atas dan bawah, pengisi sumur, dan saluran air hujan. Untuk penutup sumur dapat digunakan, misalnya, pelat beton bertulang tebal 10 sentimeter dicampur satu bagian semen, dua bagian pasir, dan tiga bagian kerikil. Dapat digunakan juga pelat beton tidak bertulang tebal 10 sentimeter dengan campuran perbandingan yang sama, berbentuk cubung dan tidak diberi beban di atasnya. Dapat digunakan juga ferocement setebal 10 sentimeter. Sedangkan untuk dinding sumur bagian atas dan bawah dapat menggunakan buis beton. Dinding sumur bagian atas juga dapat hanya menggunakan batu bata merah, batako, campuran satu bagian semen, empat bagian pasir, diplester dan diaci semen. Sementara pengisi sumur dapat menggunakan batu pecah ukuran 10-20 sentimeter, pecahan bata merah ukuran 5-10 sentimeter, ijuk serta arang. Pecahan batu tersebut disusun berongga. Untuk saluran air hujan, dapat digunakan pipa PVC berdiameter 110 milimeter, pipa beton berdiameter 200 milimeter, dan pipa beton setengah lingkaran berdiameter 200 milimeter.
Ketika air tanah kita kering dan air terpaksa harus dibeli, kita hanya akan memenuhi pundi-pundi perusahaan yang tanpa merasa bersalah memperdagangkan air. Sementara kita cuma bisa berkecut hati.
Sebelum bumi semakin terusik oleh karena kurang pekanya kita membaca tanda-tanda-Nya dalam mengelola lingkungan, kita sebagai makhluk-Nya agar berbuat sesuatu untuk menjaga lingkungan, jangan sampai di masa yang akan datang air menjadi barang mewah yang sangat mahal dan sulit di dapat. Sebelum air di gelas terakhir kita minum berbuatlah sesuatu untuk lingkungan dan masa depan keturunan kita kelak. Menjaga lingkungan juga merupakan tuntunan syariat, perintah Sang Pencipta Semesta.
Oleh Fikri Arief Utama
Referensi
www.bppt.go.id, www.biopori.com
Leave a Reply