Oleh: Muhaimin Iqbal
PADA saat Ibnu Jarir at Tabari sedang berada di Makkah untuk menunaikan ibadah haji, dia melihat seorang lelaki dari Khurasaan berteriak-teriak di jalan: “Wahai para haji dan penduduk Makkah baik yang hadir maupun yang tidak, saya kehilangan kantong yang berisi 1000 Dinar. Barang siapa yang bisa mengembalikan ke saya, Allah akan membalasnya dengan kebaikan, menjauhkannya dari api neraka, memberinya rezeki dan kesenangan di hari pembalasan.”
Seorang Arab tua miskin dengan baju yang lusuh datang mendekati lelaki dari Khurasaan ini, dia berkata: “Wahai Khurasaani, kota ini sangat keras, hari-hari haji terbatas, musim haji sudah ditentukan, pintu untuk membuat keuntungan telah ditutup, maka bisa saja uang Anda jatuh ketangan orang miskin yang membutuhkannya. Barangkali yang menemukannya mau mengembalikan kepada Anda bila Anda mau berbagi sedikit ?”
Khurasaani berkata: “Berapa banyak yang dia mau ?”
Orang Arab tua tersebut berkata, “Barangkali sepersepuluhnya (100 Dinar) cukup…?”
Khurasaani menjawab, “Tidak, aku tidak akan memberinya bagian, saya akan adukan kepada Allah pada hari aku menemuiNya, cukuplah Allah bagiku dan hanya kepadaNya aku percaya.”
Sampai tiga hari Khurasaani tersebut mencari kantong dengan 1000 Dinarnya yang hilang, setiap saat pula dia ditemui oleh orang Arab tua yang berpakaian lusuh tersebut. Pada hari kedua si orang Arab menegosiasikan agar yang menemukan diberi 1/100-nya atau 10 Dinar, pada hari ketiga dia menurunkan lagi tawarannya agar yang menemukan diberi 1/1000 atau 1 Dinar – tetapi Khurasaani tetap menolak memberinya.
Kejadian ini menarik perhatian Ibnu Jarir, dan dengan rasa keingin tahuannya dia mengikuti orang Arab tersebut. Sesampainya di rumah si orang Arab, Ibnu Jarir mendapati bahwa orang Arab tersebut memang benar sangatlah miskin. Dari luar rumahnya dia mendengar istri orang Arab tersebut membujuk suaminya agar dia mengambil saja 1000 Dinar yang dia temukan di jalan dan tidak perlu mengembalikannya ke Khurasaani yang kehilangan 1000 Dinar dan tidak mau berbagi tersebut.
Tetapi si suami, bersikukuh bahwa dia sudah hidup 86 tahun tidak memakan barang haram, dia tetap tidak mau memakannya sekarang hanya karena ditangannya ada 1000 Dinar yang bukan haknya.
Pada hari berikutnya dia menemui lagi Khurasaani yang sedang berteriak-teriak di jalan mencari 1000 Dinarnya. Dengan marah dia berkata : “Wahai Khurasaani, aku sudah berusaha membantumu dan meminta 100 Dinar bagi yang menemukannya – engkau menolak, 10 Dinar engkau menolak, 1 Dinar-pun engkau tetap menolak – padahal orang ini butuh untuk memberi makan anak istrinya”. Dia melanjutkan, “Wahai Khurasaani, ayo ikut aku – aku kembalikan 1000 Dinar-mu utuh karena telah membuat aku tidak bisa tidur semenjak menemukan Dinarmu tersebut.”
Maka si Khurasaani mengikuti orang Arab tua tersebut menuju rumahnya. Sesampai di rumahnya, dia mengambil kantong dari galian tanah dan menyerahkannya kembali ke pemiliknya. Dengan senang hati si Khurasaani tersebut menerima kembali 1000 Dinarnya yang dicari-cari selama ini.
Ketika hendak pergi meninggalkan rumah orang Arab tua yang sangat miskin tersebut, tiba-tiba si Khurasaani berhenti di pintu dan berbalik , dia berkata ke si orang Arab tua: “ Wahai Pak Tua, ketika orang tuaku meninggal – dia meninggalkanku dengan 3000 Dinar. Dia berpesan kepadaku agar memberikan 1/3-nya untuk orang yang paling berhak yang aku dapat temui. Itulah sebabnya aku mengikat rapat-rapat kantong itu dan tidak memberikan satu Dinar-pun ke orang lain.” Dia melanjutkan, “Tetapi setelah melihat kondisimu ini, aku tidak menemukan orang lain sejak perjalananku dari Khurasan – yang lebih berhak uang ini selain engkau pak Tua. Maka ambillah seluruhnya 1000 Dinar ini.”
Dengan syukur yang luar biasa orang Arab tua yang sangat miskin tersebut menerima 1000 Dinar yang diberikan oleh si Khurasaani. Namun dia tidak mengambil semua untuk dirinya, dikumpulkan seluruh keluarga besarnya yang ada 9 orang – plus satu orang yang menjadi saksi atas kejadian tersebut yaitu Ibnu Jarir – total menjadi 10 orang, masing-masing mendapatkan 100 Dinar.
100 Dinar yang diterima Ibn Jarir tersebut menjadi bekalnya untuk menulis sejumlah kitab selama dua tahun, termasuk menulis cerita tersebut diatas.
Bahwa ketakwaan orang Arab tua yang sangat miskin tersebut mendatangkan rezeki yang tidak disangka-sangka untuk seluruh keluarga besarnya dan bahkan juga orang lain yang menyaksikannya, inilah yang dijanjikan oleh Allah dalam ayat:
مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً
“…Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.” (QS at Thalaq (65) : 2-3).
Jadi kalau selama ini dalam bekerja dan berusaha kita lebih sering miss the target, tidak mencapai target yang kitab inginkan – barangkali kita lupa dua hal yaitu takwa dan tawakal, karena janji Allah untuk memberi jalan keluar, rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka dan kecukupan atas semua keperluan – hanya berlaku bagi orang-orang yang bertakwa dan bertawakal !. Semoga kita bisa menuju kesana dan bisa melampaui target kita – above and beyond target !. InsyaAllah.
Penulis adalah Direktur Gerai Dinar, kolumnis hidayatullah.com
sumber : http://www.hidayatullah.com
Leave a Reply