Banda Aceh – Sebuah daerah atau kota jika ingin dijadikan maju maka harus memiliki beberapa unsur dalam pencapaiannya. Pun Banda Aceh, sebagai kota jasa, pendidikan, dan tujuan wisata ini tak cukup jika hanya bemandiri dengan Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) yang ada.
Banda Aceh sebagai Ibu kota Provinsi Aceh dengan kapasitas penduduk mencapai 265.111 jiwa dengan kepadatan 43 jiwa/Ha, sudah sepatutnya mengejar kemajuan dengan memperkuat pembangunan infrastruktur.
Dipimpin oleh Aminullah Usman bersama Zainal Arifin, Banda Aceh sebagai kota sasaran urbanisasi dari Kabupaten/Kota di Aceh untuk melanjutkan pendidikan dan mencari kerja kini telah ditata lebih baik.
Oleh ‘master plan’ Aminullah Usman, ekonom kelas nasional yang cukup dikenal di Aceh ini, Banda Aceh bak disulap menjadi daerah yang punya daya tarik tinggi bagi para investor Nasional, maupun Mancanegara. Akan dibangun diantaranya Trans Studio Mal termewah di pulau Sumatera dan perdana yaitu di Banda Aceh dengn nilai investasi hampir mencapai Rp. 1 triliun, dan pengusaha dari Malaysia pun akan membangun pusat perbelanjaan dan hotel di eks lahan Terminal Keudah.
Hal itu berkat tuah dari negosiator ulung yang pernah membawa Bank Aceh Syariah (dulunya PT BPD Aceh) dari keterpurukan, bangkit dalam kurun waktu 10 tahun dengan jumlah aset awal 660 M menjadi 13 T dan kembali masuk kategori Bank “sehat”. Rahasianya, Aminullah mampu mendatangkan investor baru dikala masa krisis; krisis moneter 1999, konflik bersenjata antara RI dan GAM, gempa bumi dan tsunami 2004, diantaranya kerja sama dengan Jerman, Turki dan Malaysia.
Jurus jitunya itu pun kerap diterapkannya dalam mendongkrak laju pembangunan infrastruktur di Banda Aceh. Aminullah berjuang keras mencari sumber dana diluar APBK, menyenter mulai dari APBA, APBN, hibah luar negeri, dan dengan mendatangkan para investor.
Kemudahan berinvestasi di Banda Aceh juga ditandai dengan meningkatnya realisasi investasi di Kota Banda Aceh. Sebagai perbandingan, realisasi investasi Banda Aceh (triwulan I s/d triwulan 4), yaitu tahun 2016 realisasi investasi sebesar Rp. 15.9 triliun, tahun 2017 realisasi investasi sebesar Rp. 118 triliun, tahun 2018 realisasi investasi sebesar Rp. 248 triliun, tahun 2019 realisasi investasi sebesar Rp. 566 triliun. Data ini membuktikan bahwa telah terjadi perkembangan dari segi investasi di Banda Aceh.
Di Banda Aceh, pada 2019 jumlah real estate sebanyak 262 unit, Hotel 4 unit, dan SPBU 1 unit. Dan dalam 2020 real estate sebanyak 78 unit, spbu 1 unit, dan Hotel 1 unit.
Namun banyak investor khususnya penanam modal dalam negeri (PMDN) tidak menyampaikan laporan dengan seharusnya, disebabkan terjadinya pandemi Covid-19 yang masih berlangsung di Indonesia dan turut berimbas di Kota Banda Aceh, terkait dengan hal tersebut aparatur juga tidak dapat melakukan pengendalian (pemantauan, pengawasan, pembinaan) yang dilakukan langsung di lokasi proyek disebabkan adanya aturan yang membatasi baik secara physical distancing maupun social distancing. Salah satu tugas dari kegiatan ini adalah untuk mendongkrak realisasi investasi di Kota Banda Aceh. Dengan kata lain, Banda aceh sebelum covid yang sedang menjadi incaran investor, oleh sebab itu, ada beberapa investor yang sudah komit berinvestasi terpaksa tertunda terhalang pandemi.
Indikator yang menjadi sebab datangnya investor melirik ibu kota Provinsi Aceh sebagai tempat menanam modal diantaranya pemerintah kota akan menyediakan lahan yang diperlukan sekaligus memberikan berbagai kemudahan perizinan, juga memiliki andalan utama sektor pariwisata, kota di pantai barat ini pun memiliki prospek investasi di sektor pendidikan, kelautan, dan kesehatan.
Selain itu, Banda Aceh ditetapkan sebagai kota terbaik dalam hal penanganan konflik sosial dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia, Banda Aceh dinilai paling aman karena tidak pernah terjadi konflik sosial berbasis SARA. Aminullah melihat ini melihat hal itu berdampak positif terhadap iklim investasi dan pariwisata Banda Aceh. Unsur ini pun menjadi indikator penting dalam mendatangkan investor.
Mantan Bankir ini pun mayakinkan bahwa dengan adanya investasi baru maka akan menampung tenaga kerja baru pula yang berujung pada pemerataan dan peningkatan ekonomi warga (multiplier effect). Tentu semua itu akan berpengaruh pada penurunan angka pengangguran dan kemiskinan, serta memberikan peluang bagi pelaku usaha UMKM, meningkatkn kunjungan wisatawan dan juga berdampak pada keindahan kota.(riz)