Billy: “Program yang Patut Ditiru oleh Kota Bahari Lain di Indonesia”
Banda Aceh – Wakil Wali Kota Banda Aceh Zainal Arifin mengajak Staf Khusus (Stafsus) Milenial Presiden RI Billy Mambrasar memanen ikan di Keramba Jaring Apung binaan Pemko Banda Aceh di Gampong Alue Deah Tengoh, Kecamatan Meuraxa, Sabtu 20 Februari 2021.
Berangkat dari Dermaga Wisata Ulee Lheue dengan menumpangi tiga perahu nelayan, Chek Zainal dan Billy beserta rombongan Himpunan Kerukunan Tani (HKTI) Aceh tiba di lokasi sekira jam 14.00 WIB. Usai makan siang bersama, keduanya langsung memulai prosesi panen ikan dengan cara memancing. Mereka pun sukses mendapatkan “strike” bertubi-tubi.
Ada tiga jenis ikan yang dibudidayakan di sana, yakni Kakap Putih, Rambeu (Giant Trevally), dan Kerapu yang bernilai ekonomis tinggi. Menjelang Ashar, pengangkatan jaring keramba pun dilakukan untuk memanen ikan dan selanjutnya segera dikemas untuk dipasarkan hingga ke luar kota.
Menurut Stafsus Milenial Jokowi asal Papua tersebut, program keramba jaring apung yang dikembangkan oleh Pemko Banda Aceh sangat bagus dan prospeknya begitu menjanjikan. “Saya pikir ini patut di-copy oleh kota-kota besar lainnya di Indonesia, terutama kota bahari yang terletak di pinggiran sungai dan laut.”
Masih menurut Billy, pemanfaatan ekonomi berbasis air atau laut dan berdasarkan komunitas atau masyarakat, merupakan pendekatan ekonomi yang cukup baik untuk Banda Aceh. “Masyarakat nelayan membentuk kelompok dan langsung merasakan dampak ekonomi karena produknya juga langsung dapat dikonsumsi oleh pasar di sekitar kota,” ungkapnya.
Program itu pun sesuai kebijakan pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menyasar pemaksimalan potensi laut Indonesia. “Jadi sebenarnya tinggal bagaimana pemerintah daerah berkomunikasi dan menyampaikan permohonan anggaran untuk mendukung program-program perikanan seperti budidaya ikan dengan teknik keramba jaring apung ini,” ungkapnya lagi.
Di mata Billy, Banda Aceh pun bisa meniru Bangkok, Thailand, yang sukses menata kota dan mengembangkan ekonomi masyarakatnya berdasarkan potensi pinggiran sungai. “Karena ada kemiripan, saya kira dapat ditelaah dan di-copy oleh Pemko Banda Aceh untuk perencanaan kota ke depan. Saya optimis Banda Aceh bisa dikembangkan sebagai kota berbasis pariwisata, potensi air, dan berbasis masyarakat,” katanya.
Sementara Chek Zainal mengucapkan apresiasi dan terima kasih atas kehadiran Billy dan rombongan DPP HKTI Aceh. “Kehadiran Pak Billy dan kawan-kawan otomatis semakin memotivasi kami dan juga para nelayan di Banda Aceh dalam mengembangkan usahanya. Selain keramba ikan, kami juga tengah menggalakkan budidaya tiram, kerang hijau, dan juga lele dan udang dengan sistem bioflok.”
Pada kesempatan itu, ia turut menyampaikan aspirasi dari para nelayan untuk penyediaan rumpon-rumpon baru di perairan laut Banda Aceh. “Pasca tsunami, banyak terumbu karang di dekat pantai yang hancur. Untuk itu melalui Pak Billy, kami mengharapkan pemerintah pusat dapat membantu penyediaan rumpon baru. Sehingga saat cuaca buruk, nelayan kami tak perlu jauh-jauh melaut menempuh risiko,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Ketua Pembina Kelompok Nelayan Keramba Jaring Apung Alue Deah Tengoh, Zaki Musa, mengatakan, usaha mereka telah berjalan sekitar setahun dan progresnya cukup menggembirakan. “Dalam satu keramba berukuran 4×6 meter, kita bisa sebar 500 bibit ikan. Panennya bisa empat sampai enam bulan sekali. Harga jualnya sekarang Rp 85 ribu per kilo dan untuk pemasarannya sudah ada penampung tetap hingga di luar kota,” katanya. (Jun)