Mengelola Sampah

Oleh Muhammad Syarif

tpa gp jawa

PROBLEM sampah tidak habis-habisnya dibicarakan dan selalu menjadi hot issue sampai dunia ini ada. Kita tidak akan pernah bisa lari dari sampah. Pengelolaan sektor sampah memerlukan biaya yang tidak sedikit, terutama untuk aspek transportasi dan penanganan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

Untuk itu, wajar bila pemerintah kemudian membebankan sebagian biaya operasional kepada masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan pemerintah dalam pengelolaan sampah dalam bentuk retribusi pelayan kebersihan. Biaya operasional yang dikeluarkan pada Tahun 2006 mencapai Rp10,6 miliar.
Kondisi Indonesia pada umumnya, tidak terkecuali di Banda Aceh, penerimaan pemerintah dari retribusi pelayanan kebersihan belum siknifikan dibandingkan dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Sebagai pembanding, untuk kota Banda Aceh (tahun 2006), penerimaan pemerintah dari retribusi kebersihan hanya sebesar Rp 500 juta sementara biaya operasional yang dikeluarkan mencapai Rp 10,6 miliar. Ini berarti penerimaan dari retribusi hanya mampu menutupi 5% dari biaya operasional. Meskipun penerimaan di tahun 2008 mencapai Rp 1,1 miliar, tetap saja baru mampu memberikan kontribusi sebesar 5,6% dari anggaran yang dikeluarkan.

Hal ini tidak semata-mata dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar, tetapi juga terkait erat dengan cakupan pelayanan yang telah diberikan oleh instansi teknis dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota. Di sinilah butuh keseriusan pemangku jabatan di lingkup instansi tersebut dalam rangka memaksimalkan tupoksi yang ada.

Selama ini kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi sudah mulai ada, terbukti di tahun 2008 tidak kurang dari Rp 1,1 milyar uang retribusi telah berhasil dikumpulkan dari masyarakat. Namun jumlah ini masih jauh dari harapan karena biaya yang dikeluarkan pemerintah Kota Banda Aceh setiap tahunnya 16 kali lipat dari penerimaan retribusi (lebih dari Rp 17,6 milliar) untuk membiayai pengelolaan sampah di Kota Banda Aceh. Untuk itulah dibutuhkan strategi yang jitu dalam mengelola retribusi sampah sehingga menjadi Potensi Pendapatan Asli Daerah.

Berdasarkan data jumlah rumah yang dihimpun dari Kecamatan di seluruh Kota Banda Aceh, diketahui, terdapat potensi wajib retribusi di sektor rumah tangga sebesar 45.166 objek.

Bila diasumsikan coverage ratio sebesar 90% (10% terdiri dari warga rumah tangga miskin/kurang mampu), maka jumlah wajib retribusi rumah tangga sebesar 40.649 objek. Dengan asumsi pula bahwa setiap rumah tangga membayar rata-rata Rp 7.500/rumah/bulan (tarif minimum untuk rumah tangga sesuai yang tertera dalam Qanun Nomor. 13 Tahun 2007), dengan collection ratio 80% (asumsi 20% masyarakat yang mampu menolak untuk membayar retribusi karena merasa tidak dilayani langsung), maka potensi penerimaan mencapai Rp 2.926.728.000,-/tahun. Bila diterapkan pola kerjasama antara Pemerintah Kota dengan Gampong dengan hisbah bagi hasil 70:30 (70% untuk PAD dan 30% untuk upah pungut dan kas Gampong), maka potensi PAD yang bisa diperoleh sebesar Rp 2.048.709.600,-. Angka ini tentunya akan lebih besar bila di sektor rumah tangga diambil tarif yang lebih moderat (range tarif untuk rumah tangga ditetapkan dalam qanun antara Rp. 7.500 s/d Rp. 15.000/rumah/bulan).

Berdasarkan data potensi retribusi sektor komersial/institusi diketahui, jumlah objek retribusi yang aktif adalah 6.637 objek dengan potensi retribusi mencapai Rp 2.491.440.000,-. Bila diasumsikan coverage ratio 90% dengan adanya penambahan jumlah petugas di lapangan, serta collection ratio 85% (10% lebih tinggi dari tahun 2008, dengan asumsi sanksi hukum/sosial/administrastif memberikan kontribusi kenaikan 10%), maka potensi penerimaan PAD mencapai Rp. 1,905.951.600,-

Angka di atas diperoleh berdasarkan data potensi yang aktif di tahun 2008, sedangkan kondisi ini banyak berubah di tahun 2010, apalagi di tahun 2011-2012. Secara kasar, bila kita memperhitungkan semua objek yang terdata di tahun 2008 sudah aktif semua, maka potensi yang ada di sektor komersial sebesar Rp 3.159.120.000,-. Dengan asumsi yang sama maka potensi PAD yang bisa diperoleh sebesar Rp 2.416.726.800,-.

Melihat angka di atas, potensi yang ada dari kedua sektor ini ternyata tidak mencapai Rp 5 milliar, tetapi hanya Rp 4.465.435.400,-/tahun. Data tahun 2008 ini berpotensi sekali untuk berubah seiring dengan pesatnya laju pembangunan di Kota Banda Aceh. Oleh karena itu pendataan ulang dan update data menjadi sangat penting karena kalau tidak dilakukan kemungkinan besar banyak sekali objek retribusi yang luput dari pendataan sehingga tidak tertagih.

Untuk mencapai target Rp 5 milliar di tahun 2012, maka setiap 2 tahun sekali perlu dilakukan pendataan ulang secara menyeluruh dan setiap tahun bisa dilakukan secara parsial. Penerimaan di tahun 2008 sebesar Rp 1.109.267.500,-, 90% berasal dari sektor komersial/institusi sedangkan sektor rumah tangga hanya memberikan kontribusi sebesar 10% yang bersumber dari 9 desa pilot proyek retribusi. Selama Januari s/d Juli 2009 baru ada tambahan satu desa yang menandatangani MoU kerjasama dengan Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota yaitu Desa Ceurih dan sudah melakukan setoran pertama di bulan Juni.

Dengan demikian hingga saat ini sudah ada 10 desa pilot proyek, akan tetapi 2 dari 10 desa tersebut sudah tidak lagi menyetor retribusi, yaitu Desa Lambhuk dan Kelurahan Ateuk Pahlawan.

Saat ini sedang digarap untuk melakukan kerjasama dengan 4 desa di sepanjang zona 2 saluran (Gp Pande, Punge Jurong, Merduati dan Lampaseh Kota), 3 desa di pilot proyek Bandaraya (Geuceu Komplek, Geuceu Ineum dan Geuceu Kayee Jathoi), serta desa Peulanggahan dan Keudah. Kondisi ini sangat berpeluang karena adanya dukungan tambahan armada berupa 18 unit becak motor bantuan Muslim Aid.

Melihat Potensi PAD dari Sumber Retribusi Sampah cukup siknifikan, maka sudah sepantasnya Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Banda Aceh memikirkan salah satu pola yang jitu dalam mengelola Manajemen Retibusi Sampah antara lain menjalin kerjasama dengan Gampong dalam upaya memaksimalkan Retibusi Sampah dengan Skim Bagi Hasil Pungutan atau menjalin kerjasama dengan BUMN/BUMD dengan Pola Pencantelan pada Rekening Listrik atau Rekening PDAM. Pola ini sudah dijalankan oleh Kota Bandung dan Malang.

* Penulis adalah Kasubbag Kelembagaan & Tata Laksana Pada Bagian Organisasi Setda Kota Banda Aceh.

sumber : http://aceh.tribunnews.com/2011/09/14/mengelola-sampah

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*