Kekuatan Surat Pembaca

oleh : Murizal Hamzah

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ditawarkan untuk tidak tinggal lagi di rumah pribadi di Cikeas, Bogor. Pasalnya bolak-balik dari rumah ke Istana menyebabkan macet berkepanjangan. Tawaran ini melejit setelah Hendra NS warga Cibubur menulis trauma pada pasukan pengawal Presiden.

Kekesalan itu ditumpahkan melalui rubrik Surat Pembaca di Kompas dan koran lain yang dimuat pada Jumat, 16 Juli lalu. Isinya, Hendra mengalami hal-hal tidak mengenakkan dengan rentetan SBY yang hilir mudik dari dan ke rumah pribadinya di Cikeas dan Istana Negara di Jakarta.

Sebagaimana sudah menjadi prosedur tetap pengawalan presiden, iring-iringan mobil pengawal presiden mencapai 10 kendaraan. Rangkaian itu terdiri dari sedan Mercedes-Benz Presiden beserta cadangannya, jip pengawalan Polisi Militer, pasukan pengamanan presiden, mobil pengangkut staf khusus Presiden termasuk satu ambulan. Tentu saja, semua pengendara harus minggir mendengar sirena dari sedan pengawal orang nomor satu di RI ini.

Kisah mengharukan diawali dari Hendra pada Jumat 9 Juli silam sekitar pukul 13.00 WIB di pintu Tol Cililitan  yang sudah menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dia bingung ada dua perintah dari mobil pengawal yang satu meminta bergerak ke kiri dan satu lagi meminta bergerak ke kanan. Karena bingung, dia berhenti menunggu perintah yang harus diikuti. Akibatnya, petugas pengawal memukul kap dan spion mobil Hendra dengan ancaman apa mau dibedil (tembak).

Di akhir surat pembaca itu, dia meminta kepada SBY agar tidak tinggal di Cikeas lagi dan menetap di istana. “Pak SBY yang kami hormati, mohon pindah ke Istana Negara sebagai tempat kediaman resmi Presiden. Betapa kami saban hari sengsara setiap Anda dan keluarga keluar dari rumah di Cikeas. Cibubur hanya lancar buat Presiden dan keluarga, tidak untuk kebanyakan warga,” tutupnya.

Esoknya, Staf Khusus Presiden, Ahmad Yani Basuki yang pada masa konflik bertugas di Aceh merespons surat pembaca dengan menulis surat pembaca di berbagai harian. Tim berjanji akan menindak anggota pengawal yang bertindak kasar serta mengucapkan terima kasih atas sarannya untuk mengurangi kemacetan karena rombongan presiden lewat. Dalam surat pembaca itu disebutkan, SBY menaruh perhatian serius pada kasus ini dan dia tidak mau melihat ada penutupan total atas poros kanan kiri jalan yang berlebihan hanya semata-mata presiden mau lewat. Beberapa teguran spontan sering beliau lakukan jika dalam perjalanan melihat kemacetan panjang akibat Petugas terlalu lama melakukan sterilisasi dan penutupan jalan sebelum Presiden lewat.

Tidak diragukan lagi, surat pembaca yang ditulis dengan kata-kata yang jernih, santun plus menawarkan solusi permasalah akan menjadi bahan pertimbangan bagi yang dituju. Buktinya, surat pembaca yang dikirim oleh warga kepada berbagai koran nasional, langsung direspon oleh SBY. Dalam bahasa lain, pesan atau kekesalan warga langsung tersaji di meja kerja Presiden.

Efek lain dari selembar surat pembaca itu atau surat pembaca lain yakni membongkar kasus-kasus yang selama ini ditutup rapat-rapat oleh kalangan tertentu. Dampak dari pemuatan surat pembaca seperti droe keu droe di Serambi yakni pejabat cenderung akan menjaga pencintraan dengan melakukan aksi secepatnya. Nah sebaliknya jika disampaikan melalui surat tertutup kepada pejabat pemerintah, bisa jadi surat tersebut terselip di antara tumpukan berkas-berkas surat lainnya.

Karena itu, surat pembaca sebagai bagian dari kontrol masyarakat terhadap manajemen pemerintah bisa membawa perubahan ke arah lebih baik. Apalagi pada era teknologi, surat pembaca bisa diemail atau dikirim melalui pesan singkat dari telepon seluler. Praktis, penulis pembaca tidak perlu merogoh kocek untuk membeli prangko atau fax seperti pada era hingga tahun 2000-an.

Beberapa penulis hebat seperti La Rose mengawali karirnya dari kebiasaan menulis surat pembaca. Tahukah Anda, kelaziman majalah dan tabloid menempatkan rubrik surat pembaca atau komentar pembaca pada halaman depan setelah cover atau pengantar redaksi. Ini sebuah kehormatan kepada warga untuk menelurkan aspirasi kepada negara atau masyarakat. Menulis surat pembaca yang bermutu tidak gampang. Butuh ide, sikap kritis plus tawaran penyelesaian masalah.

Jika surat pembaca dimuat di koran yang berkelas, maka Anda memiliki kemahiran menulis di rubrik opini dengan halaman lebih luas. Di sisi lain, menulis opini bakal diganjar dengan honor yang mencapai ratusan ribu. Beda halnya menulis di surat pembaca yang kadangkala hanya diberikan souvenir atau sama sekali tidak dibayar. Justru anda harus membeli koran itu yang kemudian dikoleksi sebagai dokumen dan dibaca berulang-ulang.

Walaupun tidak dibayar, mayoritas yang menulis surat pembaca mendapat kepuasan karena bisa mengeluarkan ide dan menuangkan dalam beberapa alinia. Bukankah ini bagian dari amal jariyah yang terus mengalir karena bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat? Dalam bahasa pemasaran, menulis surat pembaca yang brilian sebagai strategi menciptakan citra positif sekaligus menancapkan merek untuk diri kita sendiri. Surat pembaca yang baik memiliki ciri-ciri memaparkan hal-hal yang ringan,  pendek, menggigit dan pesannya segera direspon.

Sebaliknya, jika surat pembaca cenderung bersifat fitnah, maka siap-siaplah penulis itu didudukan di kursi pesakitan di ruang pengadilan. Sebut saja kasus Khoe Seng Seng yang menulis surat pembaca di koran nasional. Walhasil dia menghadapi tuntutan pidana 1 tahun penjara di Jakarta pada tahun 2006. Pasalnya, dia dianggap mencemarkan nama baik pengusaha karena dia menyebutkan tanah rumah toko yang dibeli itu milik pemeritah daerah Jakarta.

Surat pembaca yang dituturkan dengan bahasa kasar tidak membangkitkan gairah pembaca. Sebaliknya pembaca menilai pemikiran penulis yang emosional dengan logika dan pikiran yang masih sebatas tumit. Sudah sepantasnya, warga yang menulis surat pembaca melalui pesan singkat telepon seluler atau bentuk lainnya dengan kasar dibalas dengan bahasa yang beretika sebagai bagian menularkan ilmu yang dituntun oleh Rasulullah. Inilah hakikat syiar yang didakwah dengan lemah-lembut sebab Islam agama damai.

* Penulis adalah Pemimpin Redaksi Media Kutaraja tahun 2001 -2002.

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*