Pemko Dinilai tak Serius Kelola Aset Daerah

* 62.907 Meter Persegi Tanah Pemko belum Bersertifikat 

BANDA ACEH – Anggota DPRK Banda Aceh dari Komisi A, Surya Mutiara menilai Wali Kota Banda Aceh tak serius mengelola aset daerah. Hal itu terlihat dari amburadulnya penilaian dan penataan sejumlah aset milik Pemko Banda Aceh, sehingga hampir setiap tahun menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). 

Selain soal kenderaan hibah NGO yang belum memiliki bukti kepemilikan, seperti diberitakan beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Fraksi PKS itu juga mempersoalkan aset berupa tanah yang hingga kini belum bersertifikat. Sehingga status aset itu tidak jelas. Padahal biaya pengurusan pembuatan sertifikat tanah itu selalu dianggarkan dalam APBK.

“Kami mendesak Wali Kota segera menuntaskan permasalahan aset tanah tersebut. Karena jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka keseriusan serta komitmen Wali Kota mengamankan aset daerah patut dipertanyakan,” kata Surya Mutiara, Minggu (22/8).

Hal itu disampaikannya mengingat, DPRK Banda Aceh sejak tahun 2007 telah berulang kali meminta Wali Kota menuntaskan pengurusan sertifikat tanah yang telah dibebaskan sejak tahun 2005. Di samping itu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, serta Permendagri Nomor 17/2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, disebutkan bahwa barang milik daerah harus disertifikatkan atas nama pemerintah daerah.

Surya memaparkan, hingga Agustus 2010, masih terdapat 62.907 meter persegi tanah Pemko Banda Aceh yang belum bersertifikat . Menurutnya, penyebab berlarut-larutnya proses penerbitan sertifikat atas tanah aset pemko tersebut di antaranya, karena tak diketahui letak tanahnya dan belum diukur.

Selain itu juga terdapat perbedaan data yang signifikan antara yang dimiliki oleh Dinas Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPKAD) selaku pengelola aset Pemko, dengan Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) Setda Kota Banda Aceh sebagai pelaksana teknis untuk pembebasan tanah. Begitu juga dengan data aset tanah yang ada pada Kantor BPN Kota Banda Aceh.

Data versi Bagian Tapem yang diserahkan kepada dewan yakni, tanah Pemko yang belum bersertifikat seluas 183.185 meter persegi. Sedangkan yang sudah bersertifikat 432.857 meter persegi (termasuk tanah yang dibebaskan untuk keperluan drainase dan jalan). Sementara data dari DPKAD menunjukkan baru seluas 331.896 M2 tanah yang sudah bersertifikat. “Artinya, saat ini masih ada kesimpangsiuran data terhadap aset tanah Pemko. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan hilangnya aset tersebut,” ujar Surya.

Dalam proses
Sementara itu, Wali Kota Banda Aceh, Mawardy Nurdin yang dikonfirmasi terkait masalah tersebut mengatakan, penyertifikatan tanah dimaksud saat ini sedang dalam proses di Badan Pertanahan Negara (BPN). “Pembuatan sertifikatnya sedang diproses di BPN dan membutuhkan waktu. Selain itu, juga harus disesuaikan dengan kemampuan anggaran Pemko Banda Aceh,” kata Mawardy kepada Serambi, kemarin.

Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Banda Aceh, Mairul Hazami menambahkan, berdasarkan data DPKAD, total tanah milik Pemko yang sudah disertifikatkan yaitu seluas 331.896 meter persegi sejak tahun 1996 hingga 2010, dengan jumlah sebanyak 84 sertifikat.

Aset tersebut tersebar di Kecamatan Baiturrahman seluas 84.095 meter persegi, di Kecamatan Kutaraja 151.063 meter persegi, Meuraxa 27.423 meter persegi, Bandaraya 8.550 meter persegi, Jayabaru 8.169 meter persegi, Syiahkuala 4.829 meter persegi, Ulee Kareng 15.467 meter persegi, Luengbata 7.834 meter persegi, Kuta Alam 17.511 meter persegi, dan di Kecamatan Darul Imarah (Aceh Besar) seluas 6.955 meter persegi.

Sementara tanah yang disertifikatkan pada masa Wali Kota Mawardy Nurdin menjabat (2007-2010), terdiri dari tanah untuk RSU Meuraxa seluas 2.529 meter persegi, tanah kosong di Gampong Ceurih 1.420 meter persegi, dan tanah untuk Kantor Camat Luengbata seluas 3.204 meter persegi. Semuanya dalam tahun 2008.

Selain itu, di tahun 2009, tanah untuk taman depan penjara Keudah seluas 231 meter persegi, tanah untuk terminal Keudah seluas 11.717 meter persegi, tanah untuk doking boat di Ulee Lheue seluas 1.392, tanah untuk BLK Banda Aceh di Lamjabat seluas 2.776, tanah untuk TK Lampulo seluas 815 M2, tanah untuk Puskesmas Lampulo seluas 440 M2, dan tanah kosong di Gampong Lamsidaya, Kecamatan Darul Imarah, seluas 6.955 M2 yang disertifikatkan tahun 2010.(th/saf)

1 Comment

  1. memang untuk memperjelas keberadaan seluruh aset yang ada sangat membutuhkan waktu, karena lokasi aset nya terpencar-pencar. mungkin itu tidak mudah tapi kembali lagi pada keinginan, mau dan tidak mau untuk segera menyelesaikan semuanya.
    untuk data aset tanah semua data pasti sudah sangat lengkap, pada BPN dan Tapem, karena semua pengadaan tanag dan pembebasan tanah yg terkena proyek pembangunan ada di Badan dan Bagian tsb.
    tapi apakah, semua sudah di lakukan Identifikasi, Verifikasi dan Inventarisasi semua aset tanah tersebut hingga saat ini….????
    sewaktu masa BRR NAD – Nias,.. Kedeputian Infrastruktur pada Direktorat Bidang Pertanahan Ibu Erna Witolar, khussnya utk Kota Banda Aceh banyak sekali dilakukan Pembebasan jg Pengadaan tanah utk Proyek Pembangunan….???
    Apakah semua aset Tanah tersebut sudah dilakukan Identifikasi, Verifikasi dan Inventarisasi ??? Lokasi dan berapa Nilai Aset nya…????

    Saleum…..

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*