Tempe, rujukan pertama mengenai tempe ditemukan pada tahun 1875. Bahkan dalam manuskrip serat Centini telah ditemukan kata tempe. Hal ini menunjukkan bahwa makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta.
Beberapa penelitian telah dilakukan oleh para peneliti baik dalam dan luar negeri, yang bisa dikatakan hasilnya semuanya sangat positif dan menganggap tempe sesuatu yang perlu diperhitungkan dalam kecukupan konsumsi gizi bagi kesehatan manusia.
Keampuhan tempe telah dibuktikan oleh Van Veen, seorang peneliti dari Belanda, penelitian yang dilakukannya pada awal 1940-an, terhadap tahanan Perang Dunia II di Penjara daerah Pulau Jawa, mengungkapkan bahwa tempe terbukti mampu mengatasi disentri yang dialami para tahanan tersebut. Beberapa ahli juga berpendapat bahwa masyarakat yang biasa mengkonsumsi tempe, lebih jarang atau tidak mudah terkena serangan penyakit saluran pencernaan.
Sementara penelitian lain menunjukkan, pemberian menu tempe kepada pasien yang mempunyai kadar kolesterol tinggi, dapat menurunkan kadar kolesterolnya ke tingkat yang normal. Tampaknya hal ini disebabkan asal tempe itu sendiri yang berasal dari kedelai.
Lebih jauh, penelitian Lembaga Gizi ASEAN menyimpulkan, tempe dapat digunakan dalam pembuatan bahan makanan campuran untuk menanggulangi masalah kekurangan kalori, protein, dan penyakit diare pada anak balita.
Guru Besar Ilmu Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung, Prof. DR. Dr. Achmad Biben, Sp OG.-KEER, mengatakan bahwa tempe yang dimasak secara baik dan benar sangat bermanfaat bagi perbaikan proses pembentukan sel tulang dan menghambat penyusutan tulang. Makan tempe secara rutin merupakan upaya dini pencegahan gangguan remodelling (pembentukan kembali) tulang.
Dalam penelitian berikutnya, ia sampai pula pada kesimpulan bahwa lesitin yang terkandung dalam kedelai memiliki sifat lebih unggul sebagai peremaja sel tubuh dibandingkan dengan lesitin dari bahan-bahan lain. Pada kacang kedelai, kandungan lesitin bersama zat-zat lain merupakan senyawa yang sangat tinggi khasiatnya sebagai obat awet muda, penguat tulang, dan mempertinggi daya tahan tubuh.
Sebuah penelitian juga menyebutkan bahwa kedelai lebih sulit tercemar oleh aflatoxin dibanding komoditas pertanian lainnya. Disebutkan bahwa adanya zat, seperti zink pada kedelai, membuat sintesa aflatoxin terhambat. Karenanya, jelas bahwa makanan tempe lebih aman dari ‘gangguan’ aflatoxin.
KHASIAT tempe untuk kesehatan tak lagi diragukan. Yaitu mulai dari mengatasi disentri, sampai menormalkan kadar kolesterol dalam darah, risiko penyakit jantung koroner, dan sebagai antianemia, antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif, serta banyak lagi lainnya. Kedelai, sebagai bahan utama tempe, adalah rahasia mengapa tempe ampuh mengatasi berbagai penyakit.
Disebutkan juga, tempe mempunyai khasiat antara lain mempercepat berhentinya diare akut anak, mempercepat hilangnya lekosit darah, dan dapat meningkatkan berat badan serta status gizi. Terapi gizi menggunakan bahan makanan campuran dari tempe diberikan selama diare, setidak-tidaknya sampai tiga bulan pasca diare.
Konsumen tidak perlu khawatir terhadap aflatoxin, zat yang bersifat karsinogenik pada tempe. Karena jamur yang dipakai untuk membuat tempe dapat menurunkan kadar aflatoxin hingga 70%. Penemuan ini menunjukkan bahwa seandainya ada aflatoxsin pada tempe, yang dibawa oleh bahan mentahnya, kadarnya telah dikurangi oleh adanya jamur tempe.
Kandungan gizi tempe juga mampu bersaing dengan sumber protein yang berasal dari bahan makanan lain, seperti daging, telur dan ikan.
Yang menarik, dengan kalorinya yang relatif rendah, 149 kal per 100 gram, tempe membantu orang yang sedang diet rendah kalori. Dan dengan kandungan karbohidratnya yang 12,7 gram tempe sangat cocok untuk dikonsumsi para penderita diabetes karena tidak menandung gula.
Tempe juga mengandung superoksida desmutase yang dapat menghambat kerusakan sel dan proses penuaan. Dalam sepotong tempe terkandung berbagai unsur yang bermanfaat, seperti hidrat arang, lemak, protein, serat, vitamin, enzim, daidzein, genistein serta komponen anti-bakteri.
Kandungan zat aktif isoflavon, khususnya daidzein, genistein, serta isoflavon tipe 2 yang dapat berikatan dengan reseptor hormon estrogen dalam tubuh, dapat berikatan denagn reseptor hormon estrogen dalam tubuh, dapat mengurangi keluhan psikovasomotor khususnya semburan atau entakan panas di dada yang dialami para perempuan saat memasuki masa menopause.
Meski begitu, khasiat tempe bagi perempuan menopause sangat tergantung pada proses pengolahannya. Lebih baik jika tempe disemur, disup, dibacem, atau dipepes, daripada digoreng. Cara masak serupa itu membuat khasiat tempe hanya sedikit mengalami penurunan dibandingkan dengan jika digoreng.
Beberapa literatur juga menyebutkan, masyarakat yang biasa mengkonsumsi tempe, jarang terkena penyakit saluran pencernaan karena kandungan seratnya (diety fiber) mencapai 7,2 gram per 100 gram. Tempe termasuk bahan makan yang mengandung vitamin B Kompleks, diantaranya vitamin B-12 yang berfungsi untuk pembentukan butir darah merah. (Jihan F Labetubun)
Kedelai sebagai bahan baku tempe juga mengandung lesitin HPF (highly purified fraction), yakni sejenis lesitin kedelai dengan kadar fosfatidikolin optimal (70-75 persen), serta mengandung asam lemak esensial, yang mampu meningkatkan vitalitas dan memudakan sel tubuh.
Lesitin dapat dihasilkan dari bahan pangan hewani maupun nabati, dan peneliti berusia 88 tahun itu ingin memastikan lesitin mana yang bersifat superior. Maksudnya adalah lesitin yang dapat berfungsi sebagai peremaja sel tubuh, sehingga vitalitasnya meningkat. Lesitin nabati ini bersifat superior.
Selanjutnya dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya.
Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan, sehingga sangat reaktif dan dapat menyebabkan tumor, kanker, penuaan, dan kematian sel. Radikal bebas dapat berasal dari makanan sehari-hari yang kita makan atau reaksi yang terjadi di dalam tubuh. Adanya antioksidan dalam makanan akan mencegah terbentuknya radikal bebas tersebut.
Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4 trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai.
Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium.
Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan phytoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara.
Penuaan (aging) merupakan suatu proses yang secara normal terjadi di dalam tubuh. Proses penuaan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu gizi, radikal bebas, sistem kekebalan tubuh, dan sebagainya. Proses penuaan dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup.
# www.Gizi.net
Leave a Reply