Peran Tuha Peut dalam FKPM

oleh : Aryos Nivada [Mahasiswa Pascasarjana UGM Jurusan Politik dan Pemerintah]

Sebagian orang sudah mendengar singkatan FKPM. Lahirnya FKPM tidak terlepas dari kebutuhan mendesak di tubuh kepolisian untuk melakukan reformasi di institusinya. Forum Kemitraan Polisi Masyarakat begitulah kepanjangan dari singkatan FKPM. Pembentukannya merupakan bagian integral dari program perpolisian masyarakat, sehingga saling melengkapi satu dengan kegiatan lainnya. Hal ini tertuang melalui Peraturan Kapolri No. 7 tahun 2008 tentang pendoman dasar strategi dan implementasi pemolisian masyarakat dalam penyelenggaran tugas Polri.
Pada Desember 2008,  melalui dukungan Internasional Organisation Migration (IOM) dari bantuan dana dari Uni Eropa (EU) memfasilitasi pembentukan FKPM. Penerapan FKPM mengintegrasikan peran dan fungsi ke dalam struktur masyarakat lokal yang sudah terbentuk sebelumnya. Bahasa lainnya menitipkan keberadaan FKM ke dalam pranata adat. Prinsip kerjanya menjunjung nilai-nilai kesetaraan dan kebersamaan.

Sedangkan peran dan fungsi utamanya FKPM adalah memecahkan masalah dalam rangka mencegah tindakan kejahatan. Solusi-solusi untuk pencegahan kejahatan dalam FKPM dapat berupa peningkatan ketanggapan, siskamling atau tidakan preventif lainnya. Solusi-solusi terhadap masalah-masalah sosial yang berulang kali terjadi dan mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat juga dibicarakan dalam FKPM.

Forum tersebut, dititipkan ke dalam lembaga lokal yang sudah ada di masyarakat Aceh. Lembaga masyarakat lokal yang dimaksud adalah Tuha Puet atau nama lain dan anggota tambahan penting lainnya seperti Imam Gampong, perempuan dan pemuda. Dengan catatan polisi tidak ikutserta ketika Tuha Peut/nama lain bersama unsur lainnya menyelesaikan masalah. Batasan penyelesai masalah berdasarkan Qanun No.9 tahun 2008 tentang Peran Tuha Peut, dimana subtansi isi menjelaskan masalah yang dapat di selesaikan hanya 18 perkara yang tertuang melalui keputusan qanun tersebut.
Apa saja 18 perkara tersebut?

Saya mengambil hanya beberapa saja seperti; perselisihan dalam rumah tangga (tentunya perselisihan yang tidak masuk dalam KDRT), perselisihan antar warga, khalwat meseum, perselisihan hak milik, pencurian ringan, pelanggaran adat, pembakaran hutan milik ada, dll.

Pendekatan inovatif yang diterapkan IOM dengan membentuk FKPM secara tidak langsung telah menghidupkan kembali nilai-nilai kelokalan yang hilang akibat konflik mendera Aceh.  Tidak hanya itu saja, FKPM menyediakan landasan yang tepat bagi Polda Aceh untuk mengembangkan hubungan yang saling percaya dengan perwakilan lokal dan masyarakat umum.

Bagaimana dengan peran anggota di tubuh FKPM? Para anggota FKPM memiliki dua peran berbeda: pertama, FKPM merupakan institusi tradisional dengan fungsi yang telah ditetapkan. FKPM memelihara pelaksanaan Syariat Islam dan implementasi adat dan tradisi. Menurut Qanun 9 tahun 2008, pasal 13, mereka berhak menyelesaikan 18 kasus/ perselisihan. Mekanisme penyelesaiannya 18 kasus perkara melalui pengadilan adat. Bentuk hukuman bisa dinasehati, sanksi adat, dll.

Berdasarkan data IOM tahun 2009. Jumlah 282 FKPM beroperasi di tingkat desa di 21 dari 23 kabupaten di Aceh. Para anggota FKPM telah menerima pelatihan Perpolisian Masyarakat, dan teknik Penyelesaian Masalah, dan Applied Participatory Rural Appraisal selama pertemuan-pertemuan regular untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih baik mengenai kondisi keamanan dan masalah sosial di desa mereka. Dua kabupaten sisa (Banda Aceh dan Simeuleu) telah mendapatkan pelatihan-pelatihan FKPM.

Bila ingin mengukur dampak tidak bisa menghasilkan sebuah harapan yang besar. Mengapa, karena dampak yang besar bisa dirasakan dalam kurun waktu yang lama. Tapi ukuran angka bisa dilihat dari data yang diperoleh Polda Aceh tahun 2007  jumlah kasus 4527 kasus, tahun 2008 jumlah kasus 3062. Implementasi FKPM dimulai pada November 2008.

Di harapkan Forum Kemitraan Polisi Masyarakat menjadi langkah maju dalam melakukan reformasi di tubuh kepolisian. Sehingga keapatisan masyarakat tidak ada lagi lagi dan menghadirkan kepercayaan baru yang harus di jaga bagi pihak kepolisian. Polisi harus benar-benar menunjukan perubahan yang tidak hanya sebatas isapan atau kampanye saja”polisi sudah berubah”. Masyarakat yang menilai polisi menunjukan pembuktian melalui perilakunya.

Sumber :http://www.theglobejournal.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*