Memacu Anak Berpikir Kreatif

“Mmm… Coba irfan kasih tahu sama Ibu. Mengapa kita menyirami tanaman setiap hari?” tanya Hani sore itu, ketika ia menyirami tanaman-tanaman di halaman depan rumah.

“Biar basah…,” sahut Irfan.
“Iya. Terus, biar apa lagi?” tanggap Hani. Sejenak ia menghentikan tangannya yang sedang menyiramkan air.
“Biar… Biar tanamannya bisa minum ya, Bu?” jawab Irfan setengah bertanya.
“Iya. Tanaman juga butuh minum seperti kita. Kalau kita tidak memberi minum kepada tanaman, nanti tanamannya layu. Seperti Mbak Nida’ waktu sakit kemarin, “Hani menjawab sambil sejenak memandang wajah anaknya yang baru menginjak usia 4 tahun.
“Kok tanaman itu nggak pernah makan? Tanaman nggak pernah lapar ya, Bu?”
Pertanyaan Irfan melompat begitu saja. Bahagia sekali ia mempunyai ibu yang sabar mengantarkannya kepada pintu-pintu pengetahuan. Ibu senantiasa membuka cakrawala berpikirnya.

Percakapan di atas tidak sungguh-sungguh terjadi. Hani dan putranya, Irfan, hanyalah nama rekaan. Tetapi ibu-ibu yang seperti Hani bukan tidak ada. Anak-anak membutuhkan ibu-ibu yang seperti Hani.

Anak pada usia 3,5-5,5 tahun perlu mendapatkan rangsangan berpikir konseptual yang memadai dari lingkungannya. Ibu adalah orang pertama yang sangat dinanti kelembutan dan kecerdasannya dalam mengan-tarkan anak kepada latihan berpikir konseptual.

Melihat Masalah Lebih Sederhana
Anda pernah menghadapi masalah dan sulit menyelesaikan? Seringkali seseorang menemui masalah berat. Ada banyak informasi sebenarnya yang dapat ia gunakan untuk
memecahkan masalah. Tapi yang sulit justru bagaimana menghubungkan berbagai informasi itu dengan masalah yang sedang dihadapi.

Seseorang yang memiliki kemampuan berpikir konseptual akan lebih mudah menghubungkan berbagai informasi yang ia punyai. Kemampuan menghubungkan bermacam-macam informasi ini merupakan hal yang sangat mendasar dalam proses berpikir, sehingga orang tidak mudah bingung dan cemas.

Anak merupakan masa eksplorasi. Pada masa ini anak sedang mengalami perkembangan kemampuan berpikir yang sangat cepat. Ia membutuhkan sebanyak mungkin informasi yang ada di lingkungan sekitar agar perkembangan kemampuan berpikirnya semakin cepat. Merangsang anak berpikir konseptual akan sangat bermanfaat bagi perkembangan kepribadian akan di masa depan.

Seseorang yang memiliki kemampuan berpikir konseptual juga lebih mampu mengenali dan mengelom-pokkan informasi-informasi, sehingga informasi yang kompleks menjadi lebih sederhana dipahami. Inilah yang dimaksudkan dengan organisasi informasi.
Keuntungan berikutnya, sudah barang tentu anak cenderung akan tumbuh menjadi orang yang memiliki kemampuan berpikir inovatif. Kematangan konseptual membawa anak kelak mampu berpikir besar. Hal-hal yang di mata orang lain tidak bermakna – terkadang sukar dimengerti-bagi dia justru mendatangkan ide-ide segar yang kreatif. Para ahli menyebut manfaat terakhir dari berpikir tinggi (konseptual) ini sebagai berpikir non-algoritmik.

Percakapan antara Hani dan putranya, Irfan, dalam contoh di atas menggambarkan proses pelatihan berpikir konseptual yang diajarkan oleh Hani kepada Irfan. Anak belajar merumuskan konsep tentang air, tumbuhan, dan lingkungan sekitar.

Merangsang anak usia 4 tahun untuk berpikir tinggi (konseptual) bisa dilakukan dengan berbagai cara. Setidaknya ada tiga cara yang dapat dipakai oleh orang tua dalam memacu kemampuan berpikir anak, yang saya uraikan di bawah ini.

Definisi Teoritikal
Definisi teoritikal dapat juga disebut definisi makna atau definisi pengertian. Orangtua dapat menanyakan kepada si kecil apakah arti sayang? Apakah yang dimaksud dengan dingin? Atau, apakah yang dimaksud dengan bola?

Sampaikan pertanyaan-pertanyaan itu dengan bahasa yang mudah dimengerti anak.
Misalnya, “Coba, Nisa’ tahu bola?”
“Tahu,” jawab Nisa’.
“Tahu? Pintaaar. Sekarang Nisa’ bisa terangkan sama Mama, bola itu apa ya?”
“Yang ditendang-tendang…”
“Terus apa lagi?”
“Mmm…bulat.”

Menanyakan definisi makna akan merangsang si kecil untuk menemukan prinsip-prinsip dasar dari setiap hal. la belajar menemukan kekhasan dari benda-benda yang ada di sekitarnya. Seperti Nisa’, pada awalnya ciri khas bola yang membedakannya dengan benda-benda lain adalah ditendang-tendang dan bulat. Kelak ia akan melihat ciri khas serta prinsip-prisip yang lebih luas, karena yang bulat tidak hanya bola.

Orang tua yang senantiasa merangsang anak untuk menemukan definisi makna dari benda-benda alam, akan besar manfaatnya bagi anak. Anak akan menyadari bahwa lingkungan alam merupakan sumber ide yang berharga.

Merangsang anak berpikir konseptual dengan menanyakan definisi makna, merupakan cara yang paling sulit. Kesulitan ini terletak pada bagaimana kita mengemas pertanyaan agar mudah dicerna anak.

Definisi Fungsional
Percakapan antara Hani dan Irfan dalam contoh di atas merupakan percakapan tentang definisi fungsional (manfaat) air. Orang tua merangsang anak untuk mampu menemukan manfaat yang bisa didapatkan dari air. Apa saja keuntungannya kalau tanaman diberi air.
Anak yang mengetahui manfaat air akan “menyadari” bahwa air tidaklah sekadar benda mati yang mengalir. Anak menyadari bahwa setiap gejala alam akan sangat berguna bagi kesejahteraan manusia.

Air adalah karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala yang luar biasa manfaatnya, ini jika orang tua sekaligus menanamkannya sebagai sarana untuk menanampak religiusitas kepada anak. Tidak ada satu pun ciptaan Tuhan yang sia-sia.

Orang tua dapat memberikan sentuhan pendidikan dengan menunjukkan manfaat benda-benda yang ada di sekitarnya. Ini tidak hanya bermanfaat untuk memacu kemampuan berpikir anak, juga bermanfaat untuk memberikan sentuhan perasaan dan kasih sayang.

Definisi manfaat memiliki muatan afeksi yang lebih tinggi dibanding definisi makna, sehingga membuka pintu kesadaran melalui definisi manfaat akan efektif. Orang tua dapat memberikan sentuhan kesadaran lingkungan, kesadaran kesetiakawanan sosial, bahkan kesadaran spiritual.

Orang tua dapat menanamkan keimanan dan kesadaran spiritual dengan menunjukkan bahwa alam semesta, termasuk objek-objek yang tampak sepele, merupakan bukti keagungan Tuhan yang sangat tinggi nilainya. Semuanya merupakan ciptaan Tuhan yang sangat berguna bagi manusia.

Misalnya, “Allah sangat sayang kepada kita. Allah memberi kita air, udara, tanaman-tanaman … banyak sekali. Semuanya sangat berguna. Coba, kalau seandainya tidak ada air, apa yang terjadi kalau kita sedang kehausan?”
“Makanya kita harus mencintai semua ciptaan Al¬lah. Kita harus menjaganya agar tidak rusak. Kita harus cinta kepada Allah. Irfan kan cinta kepada Allah, ya?”

Definisi Operasional
Suatu saat tunjukkanlah kepada anak bagaimana cara memanfaatkan air. Atau tanyakanlah kepada si kecil apa yang bisa kita lakukan kalau kita sedang sakit.
Meminta anak untuk menunjukkan apa yang bisa dilakukan ketika sakit, merupakan contoh dari definisi operasional. Bisa juga disebut definisi penerapan. Kata-kata sifat biasanya lebih mudah ditanyakan definisi penerapannya daripada definisi makna. Anak lebih mudah untuk berpikir tentang apa yang bisa dilakukan ketika sakit daripada arti dari sakit itu sendiri.

Orang tua dapat bertanya kepada anak, apa yang bisa dilakukan anak kalau ia sedang kedinginan, gelisah menunggu teman, atau ketika sedang gembira. Orang tua dapat bertanya definisi panas, misalnya dengan, “Apa yang akan Vida lakukan kalau Visa sedang kepanasan?”
“Minum es…,” jawab Vida.

Anak yang terbiasa memahami definisi penerapan, akan terdorong untuk berpikir kreatif. Ia akan terangsang untuk melakukan hal-hal baru yang orisinal. Kemampuan berpikir besar dengan menghasilkan ide-ide segar, dimulai dari sini. Tetapi ini tidak bisa dipisahkan dari dari definisi manfaat.
Kehangatan dan penerimaan dari orang tua, terutama ibu, merupakan kunci penting dalam memberikan sentuhan pendidikan kepada anak. Termasuk ketika memacu kemampuan berpikir anak.*

Penulis : Muhammad Fauzil Adhim
Sumber: Majalah Hidayatullah, edisi Februari 2006

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*