Teknologi Garam Cair

HASANUDIN (45) tampak lelah. Raut wajahnya memerah. Fisiknya memang kurang bugar siang itu, meski Pak Hasan–begitu dia biasa disapa–mengaku tidak sakit. Alumnus Jurusan Kimia, Fakultas Teknik Unsyiah, ini hanya kelelahan setelah ditemui banyak orang dalam dua hari terakhir.

Senin lalu, hingga larut malam Pak Hasan ‘mempresentasikan’ karya inovatifnya kepada tamu yang penasaran. “Ada beberapa orang yang datang. Ada profesor dan lain-lain. Mereka dari Kementerian Kelautan dan Perikanan,” katanya kepada Serambi saat ditemui di laboratorium sederhana miliknya, Desa Kajhu, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, Senin (29/3).
Kedatangan tamu yang tak pernah diundang itu terkait dengan temuan penting Pak Hasan, yakni teknologi penyulingan air laut menjadi garam kristal, garam cair, dan air mineral. Teknologi ini tak membutuhkan energi banyak. Bahkan garam berkualitas tinggi itu bisa diproduksi hanya dengan menggunakan tenaga surya buatannya.

Tidak mengherankan kalau alat pengolahan air laut milik Hasanudin itu terpilih menjadi juara I Lomba Inovasi TTG se-Aceh pada 9-11 Juli 2010 di Banda Aceh. Lantas, karya Hasanuddin ini juga menjadi juara dalam lomba TTG Nasional XII di Yogyakarta, September 2010. Di sana, para juri yang terdiri atas berbagai pakar di bidangnya dapat dengan mudah mengunggulkan karya pria dengan lima anak ini.

Setelah temuan penting inilah berbagai pihak mendatanginya, mulai dari pengusaha, ilmuwan, sampai dengan aparat pemerintahan. Ada yang sekadar untuk melihat-lihat, ada juga yang menawarkan sejumlah uang untuk membeli hak paten produknya. Hasan sendiri sudah mengurus hak cipta dan patennya sejak setahun yang lalu ke Jakarta. “Insya Allah akan keluar dalam waktu dekat,” katanya.

Garam cair
Garam cair produksi Hasanudin diberi nama Garam Viskos dan sudah dijual dalam jumlah terbatas. Produk ini merupakan yang pertama di Indonesia. Garam cair produksinya memiliki kualitas yang terbaik di antara garam-garam yang beredar di masyarakat selama ini. “Coba lihat cemaran logam seperti timbal, tembaga, dan merkuri, jumlahnya  amat sangat kecil dalam produk saya,” kata Pak Hasan seraya menunjukkan hasil pemeriksaan produknya oleh sebuah lembaga riset nasional. Kadar garamnya sekitar 96,67 persen, sementara garam kristal yang umum beredar di pasaran kadar garamnya di bawah angka tersebut.

Hasan juga mengajak Serambi melihat-lihat mesin pengolah air laut menjadi garam. ‘Laboratorium’ tersebut tak jauh dari tambak. Luasnya sekitar 250 m2. Di pintu masuk terdapat satu komputer dan meja kerja. Sisanya, ya alat-alat untuk penyulingan air laut. Ada beberapa tanki besar di dalamnya, juga instalasi pipa. Sebagian besar instalasi tersebut bahkan tidak terlihat, karena berada di  dalam tanah. “Sebagiannya di dalam tanah,” kata Hasan.

Namun, di sela-sela percakapan, sesekali dia mengernyitkan dahi dan menggelengkan kepala. Sudah bertahun-tahun alat ini diciptakannya, namun hampir tidak ada aparat pemerintah yang datang, apalagi membantu dana. Seunit rumahnya bahkan harus dilego untuk membelikan alat-alat pengolah air laut ini.

Justru sebagian besar yang datang menjenguk pengusaha dan pejabat dari luar negeri, utamanya dari Malaysia. Sedangkan pejabat daerah yang datang baru-baru ini saja. “Mudah-mudahan saja alat ini nantinya bisa mengurangi impor garam yang selama ini dilakukan pemerintah,” kata Hasan penuh harap. (sak)

sumber : http://aceh.tribunnews.com

6 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*