Workshop e-Goverment Pemko Banda Aceh

Dalam rangka memperkuat penerapan dan perkembangan e-Government di Banda Aceh, Pemerintah Kota Banda Aceh menggelar Workshop Implementasi e-Government pada hari Rabu (26/9/2012) di Aula lantai IV, Gedung A Balai Kota Banda Aceh, dengan pembicara utama Duta Besar Austria untuk Indonesia, Dr. Andreas Karabaczek

Selain Dr. Andreas Karabaczek, pada Workshop yang berlangsung sehari ini, juga tampil beberapa pemateri lain, yakni Wakil Walikota Banda Aceh Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal, SE, Center for Computational Engineering, Unsyiah Dr. Taufik A. Gani M.Eng, Sc, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Aceh Prof. Dr. Ir. Yuwaldi Away M.Sc, dan Mohammad Najib dari LOGICA. Workshop ini merupakan hasil kerjasama Pemko Banda Aceh dengan Aceh Center for Good Governance (ACGG).

Illiza Sa’aduddin Djamal SE saat dimintai keterangan diruang kerjanya, Selasa (25/9) mengatakan, Workshop yang akan diikuti perwakilan dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) jajaran Pemko Banda Aceh, akademisi, LSM dan peneliti-peneliti yang berada di Kota Banda Aceh ini bertujuan untuk memperkuat komitmen Pemkot Banda Aceh menuju E-government. Illiza berharap, Pemko Banda Aceh dapat membangun kerjasama dengan Dubes Austria dalam bidang E-government untuk menjawab tuntutan zaman. Kenapa Pemko memilih Duta Besar Austria sebagai pembicara utama, Illiza menjelaskan Dalam Lima tahun terakhir, Austria telah menjadi salah satu negara terdepan di Eropa yang memiliki kualitas dalam sistem ini. Sistem berbasis teknologi informasi menjadikan pemerintah Austria dapat secara luas memberikan fasilitas pelayanan yang professional bagi masyarakat.

Pemerintah Austria, Lanjut Illiza, Dengan konsep E-Government ini, mampu menyajikan secara rinci semua informasi yang dibutuhkan masyarakat hanya dengan mengakses website resmi pemerintah. “Semua urusan dapat diselesaikan di depan perangkat elektronik tanpa tatap muka, kita berharap dapat mempelajari dan mendalami sistem ini dari kehadiran Dr. Andreas Karabaczek disini” harap Illiza.

Dr. Andreas Karabaczek, saat ini telah berada di Banda Aceh. Duta Besar Austria untuk Indonesia ini tiba di Bandar Udara Iskandar Muda, Selasa (25/9) pukul 10.40 Wib dan dijemput langsung oleh Walikota Banda Aceh, Ir. Mawardy Nurdin M.Eng, Sc serta sejumlah Kepala SKPD jajaran Pemko Banda Aceh.

Sementara itu, Member of Board Center for Good Governance, Reza Fathurrahman mengatakan, sebagai fasilitator yang menghubungkan Pemerintah Austria dengan Pemerintah Kota Banda Aceh, ACGG berharap hubungan kerjasama antara Pemkot Banda Aceh dengan Pemerintah Austria khususnya di bidang e-Government dapat terus berlanjut pasca pelaksanaan workshop tersebut. “Berdasarkan assessment awal yang kami lakukan di berbagai instansi terkait di Pemko Banda Aceh dengan metode wawancara, saat ini setidaknya telah teridentifikasi sebelas jenis program pelayanan berbasis elektronik, baik yang telah berjalan maupun yang masih berada dalam status uji coba, di Kota Banda Aceh.” Ujar Reza.

Dikatakannya lagi, Hasil interview menunjukkan bahwa komitmen yang kuat, yang ditunjukkan oleh para pimpinan Pemko Banda Aceh, terutama Walikota, Wakil Walikota, dan Sekda merupakan asset utama dalam menunjang akselarasi perkembangan e-Government di kota Banda Aceh. Selain itu, ACGG, yang baru saja menandatangani kesepakatan kerja sama penguatan tata kelola pemerintahan di Banda Aceh dengan Pusat Kajian Internasional tentang Aceh dan Kawasan Seputar Lautan Hindia (ICAIOS), juga berharap kegiatan ini dapat menjadi awal dari kerjasama antara ACGG dengan Pemerintah Kota Banda Aceh demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

Center for Good Governance (CGG) merupakan lembaga riset dan konsultasi dalam bidang kebijakan ublic yang didasarkan kepada prinsip-prinsip Good Governance berlandaskan fakta-fakta ilmiah. Didukung oleh Pemerintah Jerman, lembaga ini bekerja dalam konteks Kerjasama Teknis Indonesia-Jerman. Selain di Banda Aceh, CGG juga telah memiliki kantor di Yogyakarta dan Jakarta, serta dalam waktu dekat akan membuka kantor cabang baru di Berlin, Jerman dan Rangoon, Myanmar.

—————————————

e-government (berasal dari kata Bahasa Inggris electronics government, juga disebut e-gov, digital government, online government atau dalam konteks tertentu transformational government) adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. e-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis. Model penyampaian yang utama adalah Government-to-Citizenatau Government-to-Customer (G2C), Government-to-Business (G2B) serta Government-to-Government(G2G). Keuntungan yang paling diharapkan dari e-government adalah peningkatan efisiensi, kenyamanan, serta aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik.

Jika e-government seringkali dianggap sebagai pemerintahan online (“online government”) atau pemerintahan berbasis internet (“Internet-based government”), banyak teknologi pemerintahan elektronik non-internet yang dapat digunakan dalam konteks ini. Beberapa bentuk non-internet termasuk telepon, faksimil, PDA, SMS, MMS, jaringan dan layanan nirkabel (wireless networks and services), Bluetooth, CCTV, sistem penjejak (tracking systems), RFID, indentifikasi biometrik, manajemen dan penegakan peraturan lalu lintas jalan, kartu identitas (KTP), kartu pintar (smart card) serta aplikasi NFC lainnya; ; teknologi polling station (dimana e-voting non-online kini dipertimbangkan), penyampaian penyampaian layanan pemerintahan berbasis TV dan radio, surat-e, fasilitas komunitas online, newsgroup dan electronic mailing list, chat online, serta teknologi pesan instan (instant messenger). Ada pula sejumlah sub-kategori dari e-government spesifik seperti m-government (mobile government), u-government (ubiquitous government), dan g-government (aplikasi GIS/GPS untuk e-government).

Ada banyak pertimbangan dan dampak potensial penerapan dan perancangan e-government, termasuk disintermediasi pemerintah dengan warganya, dampak pada faktor sosial, ekonomi, dan politik, serta halangan oleh status quo pada ranah ini.

Pada sejumlah negara seperti Britania Raya, e-government digunakan untuk mengajak kembali ketertarikan warganya pada proses politik. Dalam hal tertentu bahkan dilakukan eksperiman dengan pemilu elektronik, dimana meningkatkan partisipasi pemilu dengan membuat pemilu menjadi mudah. Komisi Pemilihan Umum Britania Raya telah melakukan sejumlah proyek percontohan, meski dibayang-bayangi kekhawatiran akan kecurangan alat ini.

id.wikipedia.org

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*