Banda Aceh – Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman didapuk menjadi salah satu pembicara pada seminar nasional ekonomi syariah yang digagas oleh komunitas aktivis dan remaja masjid Indonesia, Rabu Hijrah. Mengangkat tema “Merdeka dari Rentenir”, acara digelar secara virtual, Rabu Agustus 2021 malam.
Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah Aceh (MES) ini tampil bersama sejumlah narasumber lainnya: Direktur BSI Anton Sukarna, Rektor Institut Agama Islam Tazkia Murniati Mukhlisin, Rektor UNU/Ketua MES NTB Baiq Muliaanah, Ketum Korps Alumni FoSSEI Ahmad Akbar Susanto, dan Ketua Komite Kepemudaan MES pusat Arief Rosyid Hasan.
Dalam presentasinya, Aminullah mengulas sepak-terjang dan best practice-nya dalam memerangi rentenir selama menjabat sebagai Wali Kota Banda Aceh. “Pemerintahan kami mengusung visi ‘Banda Aceh Gemilang dalam Bingkai Syariah’ dengan tiga pilar utama pembangunannya: Agama, Pendidikan, dan Ekonomi.”
Di Aceh sendiri yang notabene menerapkan syariat Islam sejak 2001, katanya, lebih pada penguatan akidah, akhlak, dan ibadah. “Sementara dalam bidang muamalah masih jauh tertinggal. Oleh sebab itu, saya sangat mengapresiasi Pemerintah Aceh yang pada 2018 telah menerbitkan Qanun LKS yang mewajibkan semua lembaga keuangan di Aceh beroperasi sesuai prinsip syariah,” ujarnya.
Mengenai praktik rentenir, mantan Dirut Bank Aceh ini mengungkapkan telah ‘mencengkeram’ masyarakat khususnya pengusaha kecil, mulai dari di darat, laut, hingga gunung. “Banyak pedagang, nelayan, dan petani kita terjebak rentenir karena terpaksa, rendahnya pengetahuan, terbujuk syarat mudah, dan tertipu kedok yang dipakai ‘lintah darat’ atau ‘Bank 47’,” ujarnya lagi.
Berangkat dari fakta tersebut, tak lama setelah menjabat sebagai wali kota, ia pun menginiasi pendirian lembaga keuangan mikro milik pemerintah daerah -pertama dan satu-satunya di Indonesia hingga saat ini-, yakni Mahirah Muamalah Syariah (MMS). “Tujuannya utamanya untuk membuka akses permodalan seluas-luasnya kepada pengusaha kecil, sekaligus membasmi rentenir.”
Lewat MMS, pihaknya menyasar para pelaku UMKM yang selama ini tidak bisa mengakses pembiayaan modal dari perbankan. “Pembiayaan modal yang kita berikan mai dari Rp 500 ribu. Prosesnya cepat, mudah, dan tentunya sesuai syar’i. MMS ini pula menjadi lembaga keuangan mikro milik pemda pertama di Indonesia yang diberi izin oleh OJK,” katanya.
Walau sempat dipandang sebelah mata pada awal-awal kehadirannya, inovasi bankir senior tersebut terbukti memberi manfaat langsung bagi masyarakat. “Sebelum kehadiran MMS, berdasarkan survei tim independen, tingkat ketergantungan pedagang di sejumlah pasar besar di Banda Aceh mencapai angka 80 persen,” ujar Aminullah.
Setahun beroperasi, pada 2019 MMS berkontribusi dalam penurunan tingkat ketergantungan kepada rentenir menjadi 14 persen, “Dan pada 2020 tinggal dua persen lagi pedagang kita yang berurusan dengan rentenir. Tentu hal ini juga didukung dengan semangat yang sama dari seluruh lembaga keuangan yang beroperasi di Banda Aceh.”
Berbanding lurus dengan pencapaian tersebut, MMS pun mengalami pertumbuhan yang pesat. “Asetnya kini sudah mencapai Rp 39 miliar dangan jumlah dana terhimpun sebesar Rp 32 miliar. Total pembiayaan yang sudah kita kucurkan bagi pelaku UMKM termasuk pedagang asongan dan nyak-nyak penjual sayur di pasar mencapai Rp 23 miliar, dengan NPF 1,5 persen. Di samping itu, MMS juga telah mampu menggaet ribuan nasabah,” ungkapnya.
Kemudian berbagai prestasi dan keberhasilan Banda Aceh juga mengikuti salah satu best practice Aminullah itu. “Alhamdulillah, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Banda Aceh saat ini tertinggi kedua di Indonesia dengan poin 85,41 -satu tingkat di bawah Yogyakarta. Hal lainnya, UMKM tumbuh subur dari 8.000-an naik 98 persen menjadi 16.300 unit usaha. Lalu angka kemiskinan juga terus menurun hingga tersisa 6,9 persen saja,” ungkapnya lagi.
Menutup presentasinya, Aminullah mengajak semua pihak untuk terus menabuh genderang perang terhadap rentenir. “Saat ini saya juga sedang mengajukan kepada DPRK agar ke depan rentenir dapat dikenakan hukuman cambuk. Tak ada ruang sedikit pun bagi rentenir di Banda Aceh. Saya pun berharap gerakan ‘Merdeka dari Rentenir’ dapat digaungkan di seluruh kabupaten/kota di Indonesia demi kemaslahatan umat dan kemajuan negara kita,” katanya. (Jun)